THR
Setiap
malam sebelum tidur aku selalu berandai-andai tentang kehidupan yang indah
bergelimang harta. Namun sayang, itu hanya bisa kurasakan lewat bunga tidurku. Salah
satu Penderitaan yang telah menyelimutiku selama masa mudaku adalah kurangnya jatah
bermain bersama teman-teman sebayaku. Belum lagi saat malam tiba, aku harus
merawat bapak yang terbaring sakit di bilik peristirahatannya. Sudah hampir
setahun bapak bersama penyakit strokenya.
Sejak lulus SMP aku tidak melanjutkan
sekolah karena kurangnya biaya. Pendapatan ibu sebagai pelayan di rumah makan
hanya bisa buat makan sehari-hari dan biaya sekolah kakak. Apalagi bulan ini
ibu tidak bekerja karena bulan Ramadhan. Itulah yang membuatku kini bekerja
sebagai kuli bangunan. Berharap bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan kebutuhan
obat bapak. Setiap pulang kerja dan melihat bapak masih hidup meski hanya
berbaring dan sulit bergerak, sudah cukup untuk menyimpul kembali senyumku.
Kali ini aku
muncul di rumah menjelang berbuka puasa. Hujan sore ini membuatku pulang
sepetang ini. Kulihat ibu sedang menyiapkan hidangan berbuka. Kedatanganku
mengagetkannya dan dengan cepat ia membasuh kedua matanya.
“Ibu kenapa menangis?” Tanyaku sambil
memegang pundaknya.
“Ibu tidak apa-apa. Itu air hujan yang
menetes ke mata ibu.” Cetusnya dengan senyuman sambil mengelus pundakku.